Setelah sekian lama vakum dari dunia bloging. Terasa kaku juga ketika lama tidak menulis artikel, agak sedikit bingung bagaimana seharusnya menulis artikel. Tapi lupakan, yang pasti kali ini saya akan mengalihkan rasa bosan saya ke dalam sebuah tulisan.
Seperti yang telah terpampang di profil, saya merupakan seorang cowok (kalau tidak percaya silahkan dibuktikan), yang saat ini sedang berada di tanah rantau, Semarang, sampai waktu yang tidak ditentukan. Kuliah? Bukan tentunya, karena saya sudah lulus sejak dua tahun lalu. Kerja? Ehmmm,,, enggak juga, karena dibilang kerja pun saat ini saya belum menemukan penghasilan tetap. Sebut saja saya sedang masa pelarian, lari dari pertanyaan orang rumah tentang "kapan kerja, dan kapan menikah". Setidaknya di Semarang pertanyaan itu jarang terdengar.
Berada di tanah rantau bukanlah hal baru bagi saya, karena di Semarag pun saya sudah 7 tahun lamanya. Selama 7 tahun pula Semarang banyak memberikan pengalaman dan pelajaran bagi saya. Namun dari sekian banyak pengalaman dan pelajaran, satu pelajaran yang hingga saat ini saya belum bisa paham, MEMASAK. Hal menurut orang sangat sederhanya, sesederhana "tinggal tambahkan garam dan gula", namun ketika saya melakukkannya justru masakan saya hanya dicap sebagai masakan ORALIT. Hahahaha......
Saya sering berada di dapur walau pun hanya sekedar menggangu Ibu memasak atau hanya sekedar mencicicipi masakan yang sedang dibuat, namun hal itu tidak lantas membuat saya bisa memasak. Akirnya sampai saat ini saya menyerah untuk memasak menu makanan yang rumit, cukup telur ceplok saja, maksimal saya modifikasi sedikit dikocok lalu ditambahkan cabai. Pencapaian paling besar saya di bidang kuliner.
Sekitar 1 minggu yang lalu saya diundang teman saya ke rumahnya untuk makan malam. Memang teman saya yang satu ini sangat pengertian kepada temanya yang fakir makan dan fakir perhatian. Tiba di rumahnya masakan mewah khas warung makan sudah tersedia, Soto, Kare, dan Rendang. Dalam hati saya pasti teman saya mengeluarkan modal banyak untuk membeli makanan jadi semewah ini. Namun ternyata saya salah, teman saya bukan membeli makanan yang sudah siap santap, melainkan memasak masakan itu semua sendiri. Sangaaat tidak percaya, karena yang saya tahu kemampuan masaknya tidak jauh beda diatas saya, bedanya dia bisa masak telor ceplok ditambah kubis untuk dijadikan semacam bakwan. Lantas, kebohongan macam apa yang ia katakan dengan mengatakan kalau makanannya dibuat sendiri. Senyam-senyum dia enggan membalas pertanyaan saya, namun akhirnya keluar juga jiwa embernya yang tidak bisa menyimpan rahasia. Kemampuan masaknya yang didapatkan dalam sekejap itu rupanya mendapat bantuan dari Dukun, bukan dukun dalam arti sebenarnya yang tukang sembur air ke muka orang, melainkan Dukun Masak. Merupakan bumbu siap pakai untuk beberapa varian masakan, seperti Soto, Kare, dan Rendang. Memang pantas bumbu itu dinamai Dukun Masak, karena bisa merubah teman saya yang tidak bisa memasak menjadi ahli masakan dalam satu taburan.


0 comments:
Post a Comment